REFLEKSI MAULID; PERJALANAN HIDUP SANG NABI (Bagian 2)

Dipublikasikan

Pada usia enam tahun, Nabi Muhammad SAW hidup dan tinggal bersama sang ibunda. Namun tidak berselang lama, Nabi Muhammad SAW kembali mengalami kesedihan yang luar biasa lantaran sang ibundanya wafat. Jadilah, Nabi Muhammad SAW sebagai anak yatim-piatu.

Sepeninggal sang ibundanya, Nabi Muhammad SAW kemudian diasuh oleh kakeknya, yakni Abdul Muthalib. Nabi Muhammad SAW dibesarkan oleh sang kakek. Namun, kehidupannya bersama sang kakek tidak bertahan lama. Dua tahun membersamai Nabi Muhammad SAW, sang kakek pun wafat. Saat itu, Nabi Muhammad SAW berusia delapan tahun.

Setelah sang kakek wafat, Nabi Muhammad SAW pun diasuh oleh pamannya, yakni Abu Thalib. Sang Paman merupakan orang yang dermawan walaupun untuk memenuhi kebutuhan hidupnya bisa dibilang paspasan. Dengan kondisi seperti itu, Nabi Muhammad SAW dapat berkembang dan menjadi sosok pekerja keras.

Pada saat usia delapan tahun dalam asuhan sang Paman, Nabi Muhammad SAW mulai bekerja menggembala kambing milik saudagar kaya Makkah. Nabi Muhammad SAW sejak muda memang pekerja keras. Setidaknya, ada tiga alasan mengapa Nabi Muhammad SAW kecil akhirnya memutuskan untuk bekerja menggembala kambing.

Pertama, membantu meringankan beban ekonomi Sang Pamanda Abu Thalib. Kedua, menggembala kambing tidak butuh modal. Sehingga beliau dengan mudahnya menghasilkan upah tanpa harus memikirkan biaya untuk modal. Ketiga, Nabi Muhammad SAW senang berada di padang yang luas karena di tempat tersebut beliau bebas merenungkan segala sesuatu secara mendalam tanpa ada yang mengganggu. Beliau menjadi penggembala kambing kurang lebih selama empat tahun.

Sebelum menjadi seorang Rasul, Nabi Muhammad SAW telah mendapatkan beberapa karunia istimewa dari Allah, seperti wajahnya yang bersih dan bersinar yang mengalahkan sinar bulan, tumbuh suburnya daerah tempat Halimah (ibu yang menyusui Nabi) padahal tadinya gersang dan kering, dan lain sebagainya. Itulah tanda-tanda kebesaran Allah yang menandakan akan datangnya Nabi yang terakhir yang memiliki kedudukan yang tertinggi nantinya.

Pada saat Rasul hendak mendapatkan wahyu pertamanya, beliau mendapatkan isyarah mimpi Malaikat Jibril menghampirinya. Lalu setelah mimpi tersebut, Rasul pun menyendiri di Gua Hira, tepatnya di sebelah atas Jabal Nur. Disitulah Rasul diperlihatkan bahwa mimpinya adalah benar.

Malaikat Jibril pun datang kepada Rasul dan turunlah wahyu yang pertama yang ia bawakan dari Allah SWT dalam Surat Al ‘Alaq:

اِقۡرَاۡ بِاسۡمِ رَبِّكَ الَّذِىۡ خَلَقَۚ‏

خَلَقَ الۡاِنۡسَانَ مِنۡ عَلَقٍۚ‏

اِقۡرَاۡ وَرَبُّكَ الۡاَكۡرَمُۙ

الَّذِىۡ عَلَّمَ بِالۡقَلَمِۙ‏‏

عَلَّمَ الۡاِنۡسَانَ مَا لَمۡ يَعۡلَمۡؕ‏

Artinya: Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

Setelah menerima wahyu, beliau kembali ke rumah dengan perasaan ketakutan dan meminta Khadijah, sang istri untuk menyelimutinya. Khadijah kemudian mengajak Nabi Muhammad SAW menemui pamannya, Waraqah bin Naufal. Ia merupakan seorang penganut Nasrani yang taat serta telah mempelajari kitab Injil dan Taurat.

Nabi Muhammad diminta untuk menceritakan pengalamannya. Setelah mendengarkan pengalaman yang dirasakan beliau, sebagaimana dalam riwayat hadits Bukhari, Waraqah bin Naufal berkata, “Demi Tuhan yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya. Sungguh, engkau adalah Nabi umat ini. Telah datang kepadamu an-Namus, yang pernah datang kepada Nabi Musa.” (HR. Bukhari)

Imam As-Suyuthi menjelaskan bahwa berdasar keterangan para ulama, ada 5 gambaran mengenai proses penerimaan wahyu:

Pertama, malaikat mendatangi Nabi Muhammad serupa suara lonceng. Dalam hal ini, Imam Bukhari meriwayatkan dari Sayyidah ‘Aisyah bahwa Haris ibn Hisyam suatu kali bertanya kepada Nabi Muhammad, tentang bagaimana keadaan pada saat wahyu diterima oleh beliau? Lalu Nabi Muhammad SAW menjawab:

أَحْيَانًا يَأْتِينِى مِثْلَ صَلْصَلَةِ  الْجَرَسِ – وَهُوَ أَشَدُّهُ عَلَىَّ – فَيُفْصَمُ عَنِّى وَقَدْ وَعَيْتُ عَنْهُ مَا قَالَ ، وَأَحْيَانًا يَتَمَثَّلُ لِىَ الْمَلَكُ رَجُلاً فَيُكَلِّمُنِى فَأَعِى مَا

Artinya: Dalam satu waktu, malaikat mendatangiku serupa suara lonceng. Itu adalah keadaan terberat bagiku. Hal itu lalu selesai dan aku telah memahami apa yang ia ungkapkan. Dan dalam satu waktu, malaikat mendatangiku serupa lelaki. Ia mengajakku bicara, lalu aku faham dengan apa yang ia katakan (HR. Imam Bukhari).

Terkait gambaran ini, ada yang menyatakan bahwa suara lonceng tersebut adalah suara kepak sayap malaikat. Suara itu seakan menjadi tanda bagi Nabi Muhammad SAW untuk memusatkan perhatiannya terhadap wahyu yang diturunkan kepada beliau. Sebagian ulama menyatakan, ini adalah gambaran turunnya wahyu tatkala wahyu tersebut berisi ancaman.

Kedua, wahyu disampaikan pada Nabi Muhammad SAW dengan cara ditiupkan ke hati beliau. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan dari sahabat Anas ibn Malik:

إنَّ رُوْحَ القُدْسِ نَفَثَ فِي رُوْعِي أَنَّهُ لَنْ تَمُوْتَ نَفْسٌ حَتَّى تَسْتَكْمِلَ رِزْقُهَا وَأَجَلُهَا

Sesungguhnya malaikat jibril membisikkan dalam hatiku, sesungguhnya seseorang tidak akan mati sampai sempurna rizki dan ajalnya (HR. Al-Hakim).

Terkait gambaran ini Imam As-Suyuthi berkomentar, bisa saja wahyu ditiupkan ke hati Nabi Muhammad SAW usai malaikat mendatangi nabi serupa suara lonceng, atau menyerupai manusia. Artinya, bentuk dari gambaran ini terjadi tidak sendirian. Namun terjadi usai bentuk gambaran penerimaan wahyu yang pertama atau kedua.

Ketiga, malaikat mendatangi Nabi Muhammad SAW dalam bentuk sesosok manusia. Ia lalu mengajak beliau bercakap-cakap. Hal sebagaimana ditunjukkan di dalam hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari di atas. Dalam beberapa keterangan disebutkan, berdasar pengakuan Nabi, cara ini adalah cara paling nyaman yang dialami Nabi.

Keempat, malaikat mendatangi Nabi tatkala Nabi tidur. Termasuk ayat yang diturunkan dalam keadaan seperti ini menurut sebagian ulama adalah Surat Al-Kautsar. Diriwayatkan dari sahabat Anas ibn Malik:

Anas berkata: suatu hari saat Rasulullah SAW. Berada di hadapan kami, beliau tertidur sebentar kemudian terjaga mengangkat kepala sembari tersenyum. Lalu kami bertanya: “Apa yang membuat anda tertawa, wahai Rasulullah?” Nabi menjawab: “Barusan sebuah surat diturunkan kepadaku”. Nabi kemudian membaca Surat Al-Kautsar” (HR. Imam at-tirmidzi).

Kelima, Allah SWT berbicara langsung kepada Nabi Muhammad SAW. Baik di alam nyata sebagaimana dalam hadis yang menerangkan Isra’ Mi’raj, atau di alam mimpi.

Wallahu a’lam

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *


*