REFLEKSI MAULID; PERJALANAN HIDUP SANG NABI (Bagian 1)

Dipublikasikan

Beberapa hari lagi kita akan memasuki bulan Rabi’ul awal. Bulan kelahiran Baginda Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam. Nabi Muhammad lahir pada tanggal 12 Rabi’ul Awal tahun 571 M bertepatan pada Tahun Gajah. Sebagaimana telah kita ketahui, disebut Tahun Gajah karena pada saat lahirnya Nabi bertepatan pada saat Raja Abrahah bersama gerombolannya mengendarai gajah untuk menghancurkan Ka’bah.

Tatkala pasukan Abrahah sampai, hampir menyentuh Ka’bah, tiba-tiba pasukan gajah yang mereka bawa mogok. Toh, walaupun dipaksa, tetap saja. Tapi, begitu diarahkan untuk kembali pulang ke arah Yaman, gajah-gajah itu langsung berdiri dan berlari-lari kecil. Pada saat itulah Allah mengutus serombongan burung dari arah laut yang bentuknya seperti burung layang-layang hitam dan burung jalak.

Masing-masing dari mereka membawa tiga butir batu kecil seukuran biji kacang, dua batu di kaki dan satu di paruh. Siapapun yang terkena batu itu langsung binasa. Pasukan Abrahah segera hancur, binasa oleh batu-batu kecil yang menimpanya. Peristiwa ini diabadikan dalam al-Qur’an surat Al-Fil.

Sebagai manusia yang istimewa, tentu saja moment lahirnya Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam penuh dengan kejadian yang menakjubkan. Diriwayatkan bahwa banyak kejadian ajaib dan luar biasa, baik pada saat-saat sebelum dan sesaat setelah Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam lahir.

Keajaiban yang luar biasa juga terjadi pada malam menjelang kelahiran Nabi. Sebagaimana dijelaskan para ulama bahwa pada saat itu pintu-pintu surga dibuka lebar, pintu-pintu neraka ditutup rapat, ribuan malaikat turun ke bumi, bulan terbelah, bintang-bintang bersinar terang, dan burung-burung yang penuh cahaya memenuhi rumah Sayyidah Aminah—ibunda Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam.  

Keesokannya, moment kelahiran Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam juga terjadi beberapa peristiwa yang menakjubkan. Diantaranya;

  1. Jin tidak bisa lagi mengintip berita langit.
  2. Arsy bergetar hebat, seluruh langit dipenuhi cahaya sehingga menjadi terang.
  3. Istana Kisra berguncang begitu dahsyat sehingga menyebabkan 14 balkonnya roboh.
  4. Api abadi yang selama seribu tahun selalu menyala, bertepatan pada kelahiran Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam padam. Api itu memang dijadikan sesembahan oleh kaum majusi. Mereka, menganggap bahwa api tersebut bisa memberi perlindungan dari segala macam bahaya.
  5. Gereja di sekitar Buhaira roboh.
  6. Ka’bah juga ikut bergetar selama tiga hari karena bahagia menyambut kehadiran Nabi.

Setelah kelahirannya, berbeda dengan anak bayi yang lain, nama Nabi telah tersematkan sebagaimana pemberian Allah. Dalam sebuah riwayat yang dicatat Imam Ibnu Hisyam dalam al-sirah al-Nabawiyyah dikatakan:

 أَنَّ آمِنَةَ بِنْتَ وَهْبٍ أُمَّ رَسُولِ اللَّهِ كَانَتْ تُحَدِّثُ أَنَّهَا أُتِيَتْ، حِينَ حَمَلَتْ بِرَسُولِ اللَّهِ فَقِيلَ لَهَا: إنَّكِ قَدْ حَمَلْتِ بِسَيِّدِ هَذِهِ الْأُمَّةِ، فَإِذَا وَقَعَ إلَى الْأَرْضِ فَقُولِي: أُعِيذُهُ بِالْوَاحِدِ، مِنْ شَرِّ كُلِّ حَاسِدٍ، ثُمَّ سَمِّيهِ مُحَمَّدًا.

Artinya; Sesungguhnya (Sayyidah) Aminah binti Wahab, Ibu Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam menceritakan bahwa beliau didatangi seseorang (Malaikat) ketika mengandung Rasulullah, kemudian dikatakan kepadanya: “Sesungguhnya engkau mengandung pemimpin umat ini. Ketika dia lahir ke dunia ini, ucapkanlah: “Aku memohon perlindungan untuknya pada yang Maha Esa dari keburukan setiap orang-orang yang hasud, kemudian namai dia dengan nama Muhammad.”

Begitu juga dengan sang kakek, Abdul Muthalib. Sang Kakek mendapatkan inspirasi nama Muhammad dari mimpinya. Jadi, pada saat cucunya lahir, Abdul Muthalib membawanya ke dalam Ka’bah dan bertawaf. Setelah itu, ia keluar dan melewati kerumunan massa. Mereka kemudian bertanya kepada Abdul Muthalib perihal nama cucunya itu. Maka dijawablah kalau nama cucunya adalah Muhammad.  

Dengan nama itu, tentu saja orang-orang kembali bertanya alasan dinamakan Muhammad. Karena menurut mereka, nama Muhammad terdengar asing. Tidak seorangpun dari nenek moyang mereka, bahkan dikalangan bangsa Arab juga terdengar asing.

Kemudian Abdul Muthalib menjawab alasannya, “Sesungguhnya aku menginginkan semua penduduk bumi memuji cucuku”.

Memang secara bahasa, Muhammad berarti dipuji atau terpuji.

Nabi Muhammad terlahir sebagai anak yatim-piatu. Sang ayah, Sayyid Abdullah wafat ketika beliau masih dalam kandungan. Sayyid Abdullah jatuh sakit dan kemudian wafat dalam perjalanan balik ke Makkah. Setelah satu bulan berdagang ke negara Syam. Sayyid Abdullah kemudian dimakamkan di Madinah.

Sementara itu, sang ibunda, Sayyidah Aminah juga wafat ketika Nabi Muhammad memasuki usia enam tahun. Al-kisah, Nabi Muhammad hidup bersama sang ibunda selama tiga tahun, atau hingga beliau berusia enam tahun. Beberapa saat setelah kelahirannya, oleh Sayyidah Aminah, putranya tersebut dititipkan kepada wanita desa yang bernama Halimah As-Sa’diyah. Jadilah, Nabi Muhammad hidup di lingkungan Bani Sa’ad dalam asuhan Halimah As-Sa’diyah.

Pada saat itu memang kebiasaan keluarga Arab kota menitipkan anak mereka yang baru lahir kepada perempuan desa atau gurun untuk disusui. Hal ini dilakukan agar anak mereka terhindar dari penyakit yang ada di wilayah perkotaan, agar anaknya memiliki tubuh yang sehat, dan kelak diharapkan akan fasih dalam berbahasa Arab.

Ada kisah menarik tentang kisah awal mula dipilihnya Sayyidah Halimah As-Sa’diyah sebagai wanita yang merawat Rasulullah.

Sebagaimana kita ketahui, di perkampungan kabilah Sa’ad terkenal tandus. Bahkan di Arab sendiri tidak ditemukan perkampungan yang lebih tandus dari pada pada kawasan Bani Sa’ad. Dan pada masa itu, keadaan ekonomi masyarakat sedang paceklik. Peliharaan masyarakat tidak sedang baik-baik saja. Semuanya kering dan kurus.

Halimah As-Sa’diyah, sebagai perempuan setempat juga merasakan hal demikian. Bahkan lebih parah daripada yang lain. Kedua anak Halimah As-Sa’diyah yang masih bayi terus menangis karena seharian tidak mendapatkan susu. Mereka, kedua anaknya biasa meminum air susu ibunya. Akan tetapi, pada saat itu air susu Halimah tidak mengeluarkan ASI. Bahkan unta miliknya pun tidak mengeluarkan susu untuk diperah. Benar-benar ujian terbesar baginya.

Keesokan harinya, Halimah dan rombongannya menuju Makkah dengan keledai dan unta betinanya yang sudah lemas dan kecapekan. Sesampainya di Makkah, setiap kali para wanita yang bersamanya ditawari untuk menyusui baginda Nabi, mereka menolak karena mengetahui bahwa Nabi adalah seorang anak yatim. Padahal mereka mengharapkan bisa mendapatkan imbalan dari ayah bayi yang disusui.

Hingga pada akhirnya, hanya Halimah saja yang belum mendapatkan bayi untuk disusui, dan hanya tersisa bayi Aminah. Kemudian Halimah berkata kepada suaminya, “Demi Allah, aku tidak suka untuk kembali ke kampung sementara aku tidak mendapatkan bayi susuan. Dan sungguh, aku akan mengambil bayi yatim tersebut (baginda Nabi SAW) untuk aku susui.”

Suaminya menjawab, “Ambillah bayi itu, bisa jadi ia adalah anak yang membawa berkah dari Allah.”

(Dikutip dari berbagai sumber)

*emha

Wallahu A’lam

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *


*