BERDAKWAHLAH DENGAN KESEJUKAN DAN HIKMAH

Dipublikasikan

Salah satu perintah Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam ajaran Islam adalah amar makruf nahi munkar. Secara jelas Allah Subhanahu Wa Ta’ala menyatakan bahwa umat Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wasallam adalah umat terbaik. Dan salah satu alasan mengapa dijadikan sebagai umat terbaik, karena mereka beramar makruf nahi munkar. Disebutkan dalam Al-Qur’an surah Ali Imran ayat 110:

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُوْنَ بِاللهِ

Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada hal yang makruf, mencegah dari hal Munkar, dan beriman kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala

Pada ayat 104, dalam surah yang sama Allah Subhanahu Wa Ta’ala juga berfirman:

وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى ٱلْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ ۚ وَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُفْلِحُونَ

Dan hendaklah ada diantara kalian segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh untuk berbuat yang makruf dan mencegah dari yang Munkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.

Dua ayat di atas sudah sangat cukup menjadi dalil pentingnya menegakkan amar makruf – nahi Munkar. Kendati demikian, dengan dalih dua dalil di atas tidak lantas sembarangan dalam penegakannya. Namun terdapat tahapan-tahapan amar makruf – nahi Munkar.

Tahapan yang dimaksud mulai dari yang paling ringan hingga kepada hal yang terberat. Dalam hal ini di dalam Kitab Hasyiyah Asy-sharwani, Syaikh Abdul Hamid Asy-sharwani berkata;

وَالْوَاجِبُ عَلَى الْأَمْرِ وَالنَّاهِي أَنْ يَأْمُرَ وَيَنْهَى بِالْأَخَفِّ ثُمَّ الْأَخَف, فَإِذَا حَصَلَ التَّعْبِيْرُ بِالْكَلَامِ الَّيِّنِ فَلَيْسَ لَهُ التَّكَلُّمِ بِالْكَلَامِ الخَشْنِ وَهَكَذَا

Wajib bagi orang yang melakukan amar makruf nahi Munkar untuk bertindak yang paling ringan, kemudian yang lebih ringan lagi. Sehingga, ketika kemungkaran sudah bisa hilang dengan ucapan lemah lembut, maka tidak boleh menggunakan ucapan yang kasar. Begitu seterusnya sebagaimana dikatakan oleh para Ulama.

Dalam ayat lain disebutkan:

فَقُولَا لَهُۥ قَوْلًا لَّيِّنًا لَّعَلَّهُۥ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَىٰ

Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya (Fir‘aun) dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan dia sadar atau takut. (Q.S. Thaha ayat 44).

Ayat di atas berawal dari kisah Nabi Musa yang mendapat perintah dari Allah untuk memberikan pengajaran kepada Fir’aun. Langkah dakwah yang diperintahkan Allah untuk mengajak Fir’aun ke berada dalam jalan yang benar merupakan gambaran bagi kita untuk melakukan kelembutan.

Pentingnya retorika penyampaian dalam berdakwah mengajak ke jalan yang benar ataupun melarang melakukan kemungkaran merupakan satu hal yang urgent. Sebagaimana ayat di atas, Allah saja memerintahkan Nabi Musa agar berbicara lembut kepada sekelas Fir’aun, apalagi kepada sesama muslim.

Amar Makruf

Memerintah atau mengajak agar berbuat baik dengan cara tutur kata yang lembut tak semudah membalikkan telapak tangan. Dalam perjalanannya pasti akan dijumpai jalan terjal yang berliku. Berbeda dengan mengajak ke jalan yang buruk tentunya lebih mudah. Mengapa demikian? Karena jika melakukan kebaikan yang berupa seruan untuk kebaikan, kita akan dikelilingi gangguan syetan. Pastinya dengan berbagai cara syetan akan mengusik hati.

Sedangkan ketika menyeru atau mengajak kejelekan akan diberi kemudahan karena dalam praktiknya ditemani syetan. Dengan dibisikkan suatu kesenangan sementara, kita merasa aman.

Salah satu cobaan terberat jika melakukan amar makruf adalah niat. Dalam hal ini seyogyanya niat ingin mendapatkan ridlo Allah Subhanahu Wa Ta’ala tanpa pamrih manusia. Parahnya lagi, ketika amar makruf dijadikan sebagai ladang pekerjaan, seperti menjadi mubaligh yang diundang kesana-kemari niatnya tidak lillahi ta’ala, tapi untuk dunia semata. Nauzubillah..

Nahi Munkar

Pun demikian, perintah agar melarang kemungkaran juga ada prosedurnya agar tidak menciptakan kemungkaran baru. Terlebih di Negara kita Indonesia ini yang notabenenya bukan negera islam. Tentunya menggunakan ketentuan-ketentuan yang berlaku, bukan dengan cara main hakim sendiri.

Tahapan-tahapan yang harus dijalani adalah sebagaimana sabda Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wasallam:

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيْمَانِ

Barangsiapa diantara kalian melihat kemungkaran, MK hendaknya menghilangkan dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka dengan lisannya. Jika tidak mampu dengan lisannya, maka dengan hatinya. Dan dengan hati adalah lemah-lemahnya iman. (HR. Muslim).

Tahapan pertama menggunakan tangan. Maksud menggunakan tangan bukan lantas menampar, memukul, atau menghakimi sendiri ketika melihat kemungkaran. Tidak demikian. Yang dimaksud dengan tangan adalah kekuasaan. Nah, disini pentingnya orang yang paham ilmu agama, jujur, dan amanah, masuk ke birokrasi pemerintahan agar bisa memberantas kemungkaran dengan kebijakan-kebijakannya.

Yang kedua dengan lisan. Jika tidak mempunyai kekuasaan, maka dengan lisan. Tugas nahi Munkar dengan lisan ini untuk para Ulama atau tokoh masyarakat yang menjadi panutan. Sebagaimana telah disinggung di atas, menggunakan lisan dengan penyampaian yang jauh dari kata-kata kotor.

Dan yang ketiga menggunakan hati. Jika tidak mempunyai kekuasaan yang mampu mengatur kebijakan, dan tidak punya kwalitas atau kepercayaan dari masyarakat untuk menyampaikan secara lisan, maka cukup dengan hati. Maksudnya adalah, ketika melihat kemungkaran hati harus menolak dan tidak membenarkan perbuatan tersebut. Hati yang lemah ketika melihat kemungkaran seakan mati rasa tidak peduli dengan perbuatan tersebut.

Hukum amar makruf nahi munkar adalah Fardhu kifayah. Tidak semua orang bisa dan merasa mampu melakukannya. Terkadang banyak yang tak mampu namun merasa mampu, akhirnya bukan malah menghilangkan masalah tapi menambah masalah. Itu bisa terjadi karena tidak memenuhi syarat dan ketentuan. Imam Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumiddin mengaskan bahwa ada persyaratan agar bisa ber-amar makruf nahi Munkar

  1. Berilmu. Orang yang berilmu bisa memahami cara untuk melarang kemungkaran dengan cara yang tidak menimbulkan masalah lain. Dengan ilmunya ia mampu menjelaskan dampak dari kemungkaran dan pentingnya kebajikan dengan bijak.
  2. Wira’i. Seseorang yang hidupnya selalu berjalan dalam rel syariat.
  3. Husnul khuluq. Seseorang yang memiliki etika atau akhlak yang baik. Dengan modal ini, orang akan simpati dan bisa menjadi panutan.

Ketiga syarat ini lah yang menjadi pondasi dasar dalam menegakkan amar makruf nahi Munkar

Wallahu a’lam

Emha

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *


*