TUNTUNAN MENJADI TETANGGA YANG DICINTAI RASULULLAH

Dipublikasikan

Dalam menjalani kehidupan, manusia membutuhkan tempat tinggal atau rumah. Tempat tinggal yang menjadi huniannya pun beragam. Ada yang tergolong rumah mewah dengan fasilitas lengkap di dalamnya, dan sebagian yang lain hanya hunian sederhana. Semua tergantung kemampuan finansial masing-masing.

Di setiap daerah atau kompleks perumahan yang ditempati pasti bersebelahan atau berhadapan dengan hunian yang lain. Tempat tinggal yang berdekatan dengan yang lain kadang masih tergolong family, kadang juga sama-sama pendatang dan tidak ada ikatan keluarga. 

Sebagai agama yang menyongsong kedamaian dan ketentraman pemeluknya, Islam mengatur dengan jelas tentang bagaimana bersosial yang baik di tengah-tengah masyarakat, khususnya hidup bersosial dengan tetangga. Dengan tegas Rasulullah bersabda:

من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليكرم جاره (رواه مسلم)

Artinya: “Orang yang beriman kepada Allah dan kepada Hari Akhir, maka hendaknya muliakan tetanggnya.”

Ya, setiap hunian pasti mempunyai tetangga. Di dalam hadist di atas menggunakan Kataالجار

Secara bahasa bermakna : Kang nyelametake (yang menyelamatkan) atau kang parek (yang dekat). Sedangkan secara istilah,   الجار  adalah:

 من جاورت داره دارك إلى أربعين دارا من كل جانب

Orang yang rumahnya berdampingan dengan rumahmu terhitung hingga 40 rumah dari setiap arah (selatan, barat, timur, dan utara).

Singkatnya, yang tergolong tetangga adalah 40 rumah di setiap arah dari rumah kita. Sebagai orang terdekat dari tempat tinggal kita, masing-masing orang mempunyai hak-hak bertetangga yang harus dikerjakan demi terciptanya kehidupan yang damai dan tentram.

Penulis menghimpun, sedikitnya ada 6 hak hidup bertetangga. Pertama, mengawali perjumpaan dengan mengucapkan salam.

 السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Semoga keselamatan, kasih sayang, dan keberkahan senantiasa tercurahkan kepada kalian.

Ekspresi pengucapan salam adakalanya hanya sekedar sapaan biasa untuk menunjukkan keakraban dan kesantunan sebagai umat islam. Dalam ekspresi pengucapan salam ini si pengucap tidak bermaksud untuk mendoakan, hanya sekedar basa basi sebagai bahasa sapaan. Dan adakalanya seseorang mengucapkan salam bukan hanya sekedar sapaan, namun juga menyadari bahwa ucapan tersebut untuk mendoakan.

Dengan mengucapkan salam dan mendapatkan jawaban dari pihak yang lain, berarti hubungan antar sesama umat islam, khususnya antar tetangga telah terjalin hubungan batin yaitu saling mendoakan. Rasulullah bersabda

يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَفْشُوا السَّلَامَ وَأَطْعِمُوا الطَّعَامَ وَصِلُوا الْأَرْحَامَ وَصَلُّوا وَالنَّاسُ نِيَامٌ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ بِسَلَامٍ “

Wahai manusia sebarkan perdamaian (salam), berilah makan dan sambunglah silaturahim, dan shalatlah tatkala manusia sedang tidur, maka kamu akan masuk surga dengan selamat (HR At-Tirmidzi)

Jika memang tidak memungkinkan untuk mengucapkan salam, entah karena tak terbiasa atau dengan alasan lain, maka yang terpenting adalah saling tegur sapa. Jika melewati depan rumah tetangga yang kebetulan ada penghuninya, hendaknya permisi. Karena hal tersebut masuk kategori adab atau tata krama. Tak jarang masyarakat memvonis sebagai orang sombong atau tak punya adab kepada orang yang tidak permisi.

Hak bertetangga yang kedua adalah menciptakan kebaikan atau kedamaian. Sesuai dengan makna الجار  secara bahasa di atas yang berarti menyelamatkan, hidup bertetangga harusnya saling menjaga dan melindungi satu dengan yang lainnya. Bukan malah berbuat onar hingga tetangganya merasa terganggu.

Rasulullah shallallahu alaihi wassalam bersabda;

خير الجيران عند الله تعالى خيرهم لجاره

Sebaik-baiknya tetangga di sisi Allah adalah yang baik kepada tetangganya.

Hak bertetangga yang ketiga adalah saling berbalas kebaikan. Di pedesaan masih sangat kental tradisi tetangga satu dengan yang lainnya saling berbalas kebaikan. Khususnya yang berhubungan dengan makanan. Setiap ada hajatan atau rezeki yang berlebih, pasti tetangganya juga kebagian. Tidak harus menunggu kaya untuk berbagi. Dengan saling berkirim nasi satu piring saja sudah menjadi pelantara untuk mewujudkan kehidupan yang guyup nan rukun. Sebagaimana potongan hadist di atas:

و أطعموا الطعام

Hak bertetangga yang ke empat adalah menjenguk jika ada tetangga yang sakit. Kepedulian seorang tetangga juga dilihat dari sifat respect atau tidak kepada tetangga yang sedang mendapatkan ujian berupa sakit. Menjenguk tidak harus membawa makanan, cukup doa agar segera diberi kesembuhan sudah menjadi bukti kepedulian kepada tetangga.

Sedangkan waktu yang tepat ketika menjenguk orang sakit adalah pagi atau sore hari. Sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Muflih, seorang Ulama dari kalangan madzhab hanbali; pada waktu tersebut para malaikat memperbanyak membaca shalawat. Dan menurut kalangan ulama madzhab hanbali mengatakan makruh menjenguk orang sakit pada siang hari.

Hak bertetangga yang ke lima, turut bahagia jika tetangganya sedang berbahagia. Bukan sebaliknya; merasa susah ketika tetangganya bahagia. Dan merasa bahagia ketika tetangganya susah. Jika perasaan di atas muncul dalam diri kita, segeralah memperbanyak membaca istighfar, karena sesungguhnya hati kita sedang terjangkit penyakit iri.

Dan hak hidup bertetangga yang ke enam adalah dengan menampakkan wajah ceria. Dengan menampakkan wajah ceria orang akan berprasangka bahwa kita senantiasa menerima segala ketentuan dari Allah SWT.

Rasulullah shallallahu alaihi wassalam bersabda: Ada tiga hal yang menjadi pusaka kebajikan. Pertama, menyembunyikan keluh kesah. Sejatinya tabiat manusia adalah berkeluh kesah. Namun Allah Subhanahu Wa Ta’ala amat tidak suka jika berkeluh kesah kepada orang lain, bukan kepada-Nya. Oleh karena itu, jangan sekali-kali mengunjungi tetangga hanya untuk berkeluh kesah.

Kedua, menyembunyikan musibah. Hampir sama dengan yang pertama, Allah memberikan tantangan kepada kita agar supaya hanya kepada-Nya tempat berkeluh kesah dan berserah diri. Dan yang ketiga, merahasiakan sedekah. Karena tabiat manusia yang  cenderung senang dipuji, maka Bersedekah secara diam-diam lebih baik dari pada terang-terangan. Sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala di dalam Q.S. Al-Baqarah:271

“Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Wallahu A’lam (emha)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *


*