MENGUPAS ILMU SIHIR, DAN KISAHNYA PADA ZAMAN NABI

Dipublikasikan

Dalam edisi kali ini, kita akan lebih mengupas tentang Ilmu sihir, dan berikut kisah yang terjadi pada zaman para Nabi. Ilmu sihir adalah disiplin ilmu yang biasa disamakan dengan ilmu hitam. Di Indonesia, sihir juga bisa disebut dengan ilmu santet. Dengan ilmu sihir, seseorang bisa menyakiti, melukai, bahkan bisa membunuh seseorang dari jarak jauh. Di dalam sejarah, pertama kali ilmu sihir diajarkan oleh setan kepada manusia yakni pada masa Nabi Sulaiman bin Daud. Sebagaimana telah terlampir di dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 102 yang artinya:

Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: “Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir”. Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang tidak memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Dan sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui.

Dengan adanya ayat di atas memberikan pemahaman bahwa sihir memang nyata adanya. Keberadaannya seperti halnya perkara ghaib lainnya. Sihir merupakan upaya yang dilakukan seseorang dengan meminta pertolongan kepada setan. Maksud dan tujuan untuk menghancurkan kehidupan orang lain. Bahkan dalam ayat di atas telah dicontohkan bahwa sihir bisa membuat hubungan suami istri menjadi hancur berantakan.

Nabi Muhammad pun kena sihir

Pada masa Nabi Muhammad, ada seorang yang bernama Labid bin Al-‘Ashom; orang yang dikenal sebagai penyihir handal di kalangan Arab. Tokoh Yahudi yang sedari awal tidak menyukai keberadaan Nabi Muhammad merasa ada angin segar dengan keahlian yang dimiliki Labid bin Al-‘Ashom. Setelah sebelumnya para tokoh Yahudi mencoba untuk menyihir Nabi, namun usahanya selalu gagal. Akhirnya, para tokoh Yahudi mendatangi Labid bin Al-‘Ashom .

Seusai Urun rembuk masalah tarif disepakati oleh pembesar Yahudi, Labid bin Al-‘Ashom memulai aksinya dengan mengutus seseorang untuk mencuri sesuatu yang dimiliki Nabi. Sang utusan pun berhasil mencuri sisir dan beberapa gigi sisir yang telah rusak. Kemudian ritual pun dilaksanakan.

Usaha Labid bin Al-‘Ashom berhasil. Nabi Muhammad merasakan ada sesuatu yang aneh di dalam dirinya. Tatkala Nabi dalam keadaan tidur, Allah mengabarkan tentang sihir yang digunakan oleh Labid bin Al-‘Ashom .

Kemudian Allah mengutus dua malaikat untuk mendatangi beliau. Satu malaikat duduk disamping kepala Nabi dan yang satunya lagi berada di samping kaki Nabi. Malaikat yang duduk di samping Nabi memulai pembicaraannya; “Apa yang telah menimpa orang ini?”

“Dia telah disihir oleh Labid bin Al-‘Ashom dengan menggunakan wadah yang terbuat dari kulit mayang kurma jantan yang di dalamnya terdapat sisir dan gigi sisir Nabi Shalallahu Alaihi Wassalam. Labid bin Al-‘Ashom mengikatnya dengan senar sebelas kali ikatan dan ditusuki dengan beberapa jarum”, jawab Malaikat yang berada disamping kaki Nabi.

“Sekarang barang itu ada di mana?” “Barang itu berada di sumur Bani Dzarwan”.Perihal berapa hari Nabi Muhammad terkena sihir, ada yang berpendapat selama 40 hari dan ada juga yang berpendapat enam bulan.

Syaikh Sa’id Ramadhan Al-Buthy di dalam buku The Great Episodes of Muhammad, mengatakan bahwa sihir yang menimpa Nabi Muhammad hanya berpengaruh pada jasadnya saja. Tidak sampai menyerang hati, akal dan keimanan Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam. Oleh karena itu kejadian tersebut tidak menafikan kemakshuman Nabi Muhammad. Sebagaimana firman Allah didalam surah Al-Maidah ayat 67:

والله يعصمك من الناس

Allah menjagamu dari (gangguan) manusia.

Perlu dipahami bahwa kemakshuman Nabi Muhammad bukan lantas terbebas dari penyakit dan berbagai faktor manusiawi lainnya. Yang dimaksud dengan makshum adalah terpelihara dari dosa dan kesalahan yang dapat menjerumuskan pada derajat kehinaan. Jaminan inilah yang diberikan oleh Allah kepada Nabi agar supaya menjadi tameng. Sehingga dengan kemakshumannya, Nabi tidak akan menghilangkan sifat kenabian dan kerasulannya.

Syaikh Ahmad bin Muhammad Ash-showi di dalam kitab hasyiyatus shawi juga memberikan komentar tentang tersihirnya Nabi. Ia menyebutkan bahwa tersihirnya Nabi tidak lantas melunturnya kemakshuman Nabi. Karena yang dimaksud dengan “terjaganya” Nabi adalah terjaga dari sifat-sifat yang menyebabkan hilangnya akal (gila), musnahnya syariah, atau menyebabkan kematian. Sedangkan selain hal itu adalah hal yang wajar-wajar saja bagi seorang Nabi. Karena hal itu termasuk sifat manusiawi Nabi yang hukumnya Jaiz (boleh).

Nabi; sifat manusiawi

Nabi Muhammad adalah manusia sempurna yang tidak ada yang menandinginya. Jikalau memang ada yang mengaku sempurna melebihi Nabi Muhammad, berarti orang tersebut telah melakukan kebohongan. Sebagai seorang Nabi, beliau memiliki empat sifat wajib, yaitu; sidiq (jujur), amanah (dapat dipercaya), tabligh (menyampaikan), dan fathonah (cerdas). Sedangkan Al-a’radhul Basyariyah adalah sifat kemanusiaan yang merupakan sifat jaiz bagi Nabi. Sifat manusiawi ini seperti halnya makan, tidur, dan segala kebutuhan yang lainnya.

Dengan melakukan sifat manusiawi itu tidak akan menurunkan sifat kenabian beliau. Termasuk juga dengan tersihirnya Nabi. Bahkan dalam kesabarannya menghadapi segala sesuatu yang ditimpakan oleh orang-orang yang membenci, akan menambah keluhuran Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam. Wallahu A’lam (EMHA)

Dikutip dari berbagai sumber

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *


*